COAL CHEMICALS
Batubara adalah bahan
bakar fosil. Batubara dapat terbakar, terbentuk dari endapan, batuan organik
yang terutama terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batubara terbentuk
dari tumbuhan yang telah terkonsolidasi antara strata batuan lainnya dan diubah
oleh kombinasi pengaruh tekanan dan panas selama jutaan tahun sehingga
membentuk lapisan batubara.
Pembentukan
Batubara
Komposisi batubara
hampir sama dengan komposisi kimia jaringan tumbuhan, keduanya mengandung unsur
utama yang terdiri dari unsur C, H, O, N, S, P. Hal ini dapat dipahami, karena
batubara terbentuk dari jaringan tumbuhan yang telah mengalami coalification.
Pada dasarnya pembentukkan batubara sama dengan cara manusia membuat arang dari
kayu, perbedaannya, arang kayu dapat dibuat sebagai hasil rekayasa dan inovasi
manusia, selama jangka waktu yang pendek, sedang batubara terbentuk oleh proses
alam, selama jangka waktu ratusan hingga ribuan tahun. Karena batubara
terbentuk oleh proses alam, maka banyak parameter yang berpengaruh pada
pembentukan batubara. Makin tinggi intensitas parameter yang berpengaruh makin
tinggi mutu batubara yang terbentuk.
Ada dua teori yang
menjelaskan terbentuknya batubara, yaitu teori insitu dan teori drift. Teori
insitu menjelaskan, tempat dimana batubara terbentuk sama dengan tempat
terjadinya coalification dan sama pula dengan tempat dmana tumbuhan tersebut
berkembang.
Teori drift
menjelaskan, bahwa endapan batubara yang terdapat pada cekungan sedimen berasal
dari tempat lain. Bahan pembentuk batubara mengalami proses transportasi,
sortasi dan terakumulasi pada suatu cekungan sedimen. Perbedaan kualitas
batubara dapat diketahui melalui stratigrafi lapisan. Hal ini mudah dimengerti
karena selama terjadi proses transportasi yang berkaitan dengan kekuatan air,
air yang besar akan menghanyutkan pohon yang besar, sedangkan saat arus air
mengecil akan menghanyutkan bagian pohon yang lebih kecil (ranting dan daun).
Penyebaran batubara dengan teori drift memungkinkan, tergantung dari luasnya
cekungan sendimentasi.
Pada proses pembentukan
batubara atau coalification terjadi proses kimia dan fisika, yang kemudian akan
mengubah bahan dasar dari batubara yaitu selulosa menjadi lignit, subbitumina,
bitumina atau antrasit. Reaksi pembentukkannya dapat diperlihatkan sebagai
berikut:
5(C6H10O5) --->
C20H22O4 + 3CH4 + 8H2O + 6CO2 + CO
Klasifikasi
Batubara
Menurut American
Society for Testing Material (ASTM), secara umum batubara digolongkan menjadi 4
berdasarkan kandungan unsur C dan H2O yaitu: anthracite, bituminous coal, sub
bituminous coal, lignite dan peat (gambut).
1. Anthracite
: Warna hitam, sangat mengkilat, kompak, kandungan karbon sangat tinggi,
kandungan airnya sedikit, kandungan abu sangat sedikit, kandungan sulfur sangat
sedikit.
2. Bituminous/subbituminous
coal : Warna hitam mengkilat, kurang kompak, kandungan karbon relative tinggi,
nilai kalor tinggi, kandungan air sedikit, kandungan abu sedikit, kandungan
sulfur sedikit.
3. Lignite
: Warna hitam, sangat rapuh, kandungan karbon sedikit, nilai kalor rendah,
kandungan air tinggi, kandungan abu banyak, kandungan sulfur banyak.
Kualitas Batubara
Batubara
yang diperoleh dari hasil penambangan mengandung bahan pengotor (impurities).
Hal ini bisa terjadi ketika proses coalification ataupun pada proses
penambangan yang dalam hal ini menggunakan alat-alat berat yang selalu
bergelimang dengan tanah. Ada dua jenis pengotor yaitu:
1. Inherent
impurities : Merupakan pengotor bawaan
yang terdapat dalam batubara. Batubara yang sudah dibakar memberikan sisa abu.
Pengotor bawaan ini terjadi bersama-sama pada proses pembentukan batubara.
Pengotor tersebut dapat berupa gybsum (CaSO42H2O), anhidrit (CaSO4), pirit (FeS2),
silica (SiO2). Pengotor ini tidak mungkin dihilangkan sama sekali, tetapi dapat
dikurangi dengan melakukan pembersihan.
2. Eksternal
impurities : Merupakan pengotor yang
berasal dari uar, timbul pada saat proses penambangan antara lain terbawanya
tanah yang berasal dari lapisan penutup.
Sebagai
bahan baku pembangkit energi yang dimanfaatkan industri, mutu batubara
mempunyai peranan sangat penting dalam memilih peralatan yang akan dipergunakan
dan pemeliharaan alat. Dalam menentukan kualitas batubara perlu diperhatikan
beberapa hal, antara lain:
1. Heating
Value (HV) (calorific value/Nilai kalori) :Banyaknya
jumlah kalori yang dihasilkan oleh batubara tiap satuan berat dinyatakan dalam
kkal/kg. semakin tingi HV, makin lambat jalannya batubara yang diumpankan
sebagai bahan bakar setiap jamnya, sehingga kecepatan umpan batubara perlu
diperhatikan. Hal ini perlu diperhatikan agar panas yang ditimbulkan tidak
melebihi panas yang diperlukan dalam proses industri.
2. Moisture
Content (kandungan lengas). :Lengas
batubara ditentukan oleh jumlah kandungan air yang terdapat dalam batubara.
Kandungan air dalam batubara dapat berbentuk air internal (air senyawa/unsur),
yaitu air yang terikat secara kimiawi. Jenis air ini sulit dihilangkan tetapi
dapat dikurangi dengan cara memperkecil ukuran butir batubara. Jenis air yang
kedua adalah air eksternal, yaitu air yang menempel pada permukaan butir
batubara. Batubara mempunyai sifat hidrofobik yaitu ketika batubara
dikeringkan, maka batubara tersebut sulit menyerap air, sehingga tidak akan
menambah jumlah air internal.
3. Ash
content (kandungan abu) :Komposisi
batubara bersifat heterogen, terdiri dari unsur organik dan senyawa anorgani,
yang merupakan hasil rombakan batuan yang ada di sekitarnya, bercampur selama
proses transportasi, sedimentasi dan proses pembatubaraan. Abu hasil dari
pembakaran batubara ini, yang dikenal sebagai ash content. Abu ini merupakan
kumpulan dari bahan-bahan pembentuk batubara yang tidak dapat terbaka atau yang
dioksidasi oleh oksigen. Bahan sisa dalam bentuk padatan ini antara lain
senyawa SiO2, Al2O3, TiO3, Mn3O4, CaO, Fe2O3, MgO, K2O, Na2O, P2O, SO3, dan
oksida unsur lain.
4. Sulfur
Content (Kandungan Sulfur) :Belerang yang
terdapat dalam batubara dibedakan menjadi 2 yaitu dalam bentuk senyawa organik
dan anorganik. Beleranga dalam bentuk anorganik dapat dijumpai dalam bentuk
pirit (FeS2), markasit (FeS2), atau dalam bentuk sulfat. Mineral pirit dan
makasit sangat umum terbentuk pada kondisi sedimentasi rawa (reduktif).
Belerang organik terbentuk selama terjadinya proses coalification. Adanya
kandungan sulfur, baik dalam bentuk organik maupun anorganik di atmosfer dipicu
oleh keberadaan air hujan, mengakibatkan terbentuk air asam. Air asam ini dapat
merusak bangunan, tumbuhan dan biota lainnya.
Proses
pengolahan batubara sudah dikenal sejak seabad yang lalu, diantaranya:
Gasifikasi (coal gasification)
Secara
sederhana, gasifikasi adalah proses konversi materi organik (batubara, biomass
atau natural gas) biasanya padat menjadi CO dan H2 (synthesis gases) dengan
bantuan uap air dan oksigen pada tekanan atmosphere atau tinggi. Rumus
sederhananya:
Coal
+ H2O + O2 à H2 + CO
Fisher Tropsch proses
Fisher
Tropsch adalah sintesis CO/H2 menjadi produk hidrokarbon atau disebut senyawa
hidrokarbon sintetik/ sintetik oil. Sintetik oil banyak digunakan sebagai bahan
bakar mesin industri/transportasi atau kebutuhan produk pelumas (lubricating
oil).
(2n+1)H2
+ nCO → CnH(2n+2) + nH2O
Hidrogenasi (hydrogenation)
Hidrogenasi
adalah proses reaksi batubara dengan gas hydrogen bertekanan tinggi. Reaksi ini
diatur sedemikian rupa (kondisi reaksi, katalisator dan kriteria bahan baku)
agar dihasilkan senyawa hidrokarbon sesuai yang diinginkan, dengan spesifikasi
mendekati minyak mentah. Sejalan perkembangannya, hidrogenasi batubara menjadi
proses alternativ untuk mengolah batubara menjadi bahan bakar cair pengganti
produk minyak bumi, proses ini dikenal dengan nama Bergius proses, disebut juga
proses pencairan batubara (coal liquefaction).
Pencairan Batubara (coal Liquefaction)
Coal
liquefaction adalah terminologi yang dipakai secara umum mencakup pemrosesan
batubara menjadi BBM sintetik (synthetic fuel). Pendekatan yang mungkin
dilakukan untuk proses ini adalah: pirolisis, pencairan batubara secara
langsung (Direct Coal Liquefaction-DCL) ataupun melalui gasifikasi terlebih
dahulu (Indirect Coal Liquefaction-ICL). Secara intuitiv aspek yang penting
dalam pengolahan batubara menjadi bahan bakar minyak sintetik adalah: efisiensi
proses yang mencakup keseimbangan energi dan masa, nilai investasi, kemudian
apakah prosesnya ramah lingkungan sehubungan dengan emisi gas buang, karena ini
akan mempengaruhi nilai insentiv menyangkut tema tentang lingkungan.
Undang-Undang No.2/2006 yang mengaatur tentang proses pencairan batubara.
Efisiensi
pencairan batubara menjadi BBM sintetik adalah 1-2 barrel/ton batubara4). Jika
diasumsikan hanya 10% dari deposit batubara dunia dapat dikonversikan menjadi
BBM sintetik, maka produksi minyak dunia dari batubara maksimal adalah beberapa
juta barrel/hari. Hal ini jelas tidak dapat menjadikan batubara sebagai sumber
energi alternativ bagi seluruh konsumsi minyak dunia. Walaupun faktanya
demikian, bukan berarti batubara tidak bisa menjadi jawaban alternativ energi
untuk kebutuhan domestik suatu negara. Faktor yang menjadi penentu adalah:
apakah negara itu mempunyai cadangan yang cukup dan teknologi yang dibutuhkan
untuk meng-konversi-kannya. Jika diversivikasi sumber energi menjadi strategi
energi suatu negara, pastinya batubara menjadi satu potensi yang layak untuk
dikaji menjadi salah satu sumber energi, selain sumber energi terbarukan
(angin, solar cell, geothermal, biomass). Tetapi perlu kita ingat bahwa waktu
yang dibutuhkan untuk mempertimbangkannya tidaklah tanpa batas, karena
sementara negara2 lain sudah melakukan kebijakan-kebijakan konkret domestik
maupun luar negeri untuk mengukuhkan strategi energi untuk kepentingan
negaranya.
Metode
Distilasi
Metode distilasinya dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar :
- Pemasak tumpak (batch still) 10.000 sampai 30.000 L
(kuno, tetapi masih ada
beberapa yang
beroperasi), banyak mengalami penyempurnaan dan digunakan untuk produk akhir khusus, seperti email pipa
(Gambar 3.9).
- Pemasak kontinu,
dengan satu kolom distilasi dan menggunakan arus samping (Gambar 3.9).
- Pemasak kontinu
dengan beberapa kolom dengan pendidih ulang (reboiler)
Proses
Pencairan Batubara Muda rendah emisi (Low Emission Brown Coal Liquefaction)
Tahapan proses pencairan batubara
muda (Brown Coal Liquefacion):
1.
Pengeringan/penurunan kadar air secara
efficient
2.
Reaksi pencairan dengan limonite
katalisator
3.
Tahapan hidrogenasi untuk menghasilkan
produk oil mentah
4.
Deashing Coal Liquid Bottom/heavy oil
(CLB)
5.
Fraksinasi/pemurnian light oil
(desulfurisasi,pemurnian gas,destilasi produk)
Cooperative
Study of Development of Low Grade Coal Liquefaction Technology, 2003
Landasan
dalam mengembangkan ujicoba produksi (pilot scale) proses pencairan batubara
adalah:
·
Produk liquid oil yang dihasilkan harus
mencapai lebih dari 50%
·
Proses pengoperasian harus berjalan
dengan kontinuitas lebih daripada 1500 jam.
·
Tahapan proses deashing harus mencapai
kadar ash (abu) < 500 ppm.
·
Optimalisasi/pengembangan proses
pengeringan (dewatering) baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar